Berikut adalah daftar raja-raja Bali dari era Bali Kuno (sebelum Majapahit) hingga masa transisi ke Bali Pasca-Majapahit. Daftar ini berdasarkan prasasti-prasasti sejarah, cerita tradisional, dan sumber arkeologis.
I. Era Bali Kuna (sekitar abad ke-8 hingga ke-14 M)
Periode ini dikenal sebagai zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Bali, sebelum masuknya pengaruh Majapahit dari Jawa Timur.
Daftar Raja-Raja Bali Kuna:
Nama Raja | Masa Perkiraan | Keterangan |
Sang Ratu Sri Kesari Warmadewa | ± 914 M | Raja pertama yang disebut dalam prasasti; mendirikan Dinasti Warmadewa. Prasasti Belanjong (Sanur) menyebut penaklukan ke timur dan barat. |
Ugrasena | Abad ke-10 | Memerintah dari istana Singhadwala; disebut dalam banyak prasasti. |
Tajaçwara | Abad ke-10 | Informasi terbatas; disebut dalam beberapa prasasti. |
Jayasingha Warmadewa | Abad ke-10 | Disebut dalam prasasti yang menunjukkan pembangunan tempat suci dan sistem irigasi. |
Haji Ekajayalancana | Abad ke-10 | Nama muncul dalam prasasti; kemungkinan penguasa lokal. |
Raja Janasadhu Warmadewa | Akhir abad ke-10 | Raja yang menekankan aturan adat dan agama. |
Sri Wijaya Mahadewi | Abad ke-10–11 | Satu-satunya ratu wanita di Bali Kuna; penguasa dari kerajaan Bali Selatan. |
Anak Wungsu | ± 1049–1077 M | Adik dari Airlangga (Jawa Timur); memerintah dengan damai dan banyak meninggalkan prasasti. Masa keemasan Dinasti Warmadewa. |
Ratu Gunapriyadharmapatnidan Dharmodayana | Awal abad ke-11 | Pasangan raja-ratu Bali dan Jawa; mempererat hubungan Bali–Jawa. |
Raja Marakata | Awal abad ke-11 | Kakak dari Anak Wungsu, disebut bijaksana dan membangun tempat suci. |
Sri Suradhipa | Abad ke-12 | Raja yang melanjutkan sistem pemerintahan Anak Wungsu. |
Sri Jayapangus | ± 1181–1185 M | Terkenal karena pernikahan legendaris dengan putri Tionghoa Kang Cing Wie; memerintah dari Pura Balingkang. |
Bhatara Guru Sri Adikunti Ketana | Abad ke-13 | Informasi terbatas. Masa menjelang pengaruh Majapahit. |
II. Bali Masa Transisi: Pengaruh Majapahit (abad ke-14)
Setelah Majapahit menaklukkan Bali, terjadi perubahan besar dalam struktur kekuasaan.
Raja & Penguasa Penting Masa Transisi:
Nama | Keterangan |
Raja Dalem Kresna Kepakisan | Diangkat oleh Gajah Mada setelah Bali ditaklukkan oleh Majapahit (sekitar 1343 M); dianggap sebagai penguasa pertama Bali Pasca-Majapahit. |
Raja Dalem Ketut | Pewaris Kepakisan; memindahkan pusat pemerintahan ke Gelgel. |
Dalem Waturenggong | Raja besar Bali di Gelgel (abad ke-16); masa kejayaan kerajaan Hindu Bali. |
Catatan Penting:
- Sebagian besar nama raja Bali Kuna diketahui melalui prasasti-prasasti berbahasa Bali Kuno dan Sanskerta.
- Dinasti Warmadewa adalah dinasti terbesar dan terpanjang dalam sejarah Bali Kuno.
- Raja-raja Bali Kuno umumnya dianggap setara dengan raja Jawa kuno seperti Airlangga, karena adanya hubungan kekerabatan dan politik.
Mari kita lanjutkan dari era Bali Kuno dan transisi Majapahit, kemudian masuk ke masa Kerajaan Gelgel, Kerajaan Klungkung, hingga raja terakhir di Bali sebelum sistem kerajaan dihapus secara resmi oleh pemerintah Republik Indonesia.
III. Era Kerajaan Gelgel (abad ke-14 – awal abad ke-17)
Setelah Bali ditaklukkan oleh Majapahit (tahun 1343) di bawah Gajah Mada, Bali dipimpin oleh bangsawan yang setia kepada Majapahit. Inilah awal dari Kerajaan Gelgel, yang menjadi pusat kekuasaan utama Bali.
Raja-Raja Kerajaan Gelgel:
Nama Raja | Periode | Keterangan |
Dalem Kresna Kepakisan | ± 1343 – ? | Diangkat langsung oleh Gajah Mada sebagai penguasa Bali. |
Dalem Ketut Ngulesir | ? | Anak Kresna Kepakisan, meneruskan kekuasaan di Gelgel. |
Dalem Watu Renggong | ± pertengahan abad ke-16 | Raja besar Gelgel, masa kejayaan Bali; ekspansi ke Lombok dan Sumbawa. |
Dalem Bekung | ? | Masa mulai melemahnya kekuasaan Gelgel. |
Dalem Seganing | ? | Penguasa menjelang pecahnya kerajaan. |
Dalem Di Made | Akhir abad ke-17 | Terjadi konflik internal dan serangan luar; akhirnya Kerajaan Gelgel runtuh dan pusat kekuasaan pindah ke Klungkung. |
IV. Era Kerajaan Klungkung (abad ke-17 – 1908)
Kerajaan Klungkung merupakan kelanjutan dari Kerajaan Gelgel, dianggap sebagai kerajaan paling tinggi kedudukannya di Bali (pusat simbolik dan budaya). Raja Klungkung sering disebut Dewa Agung.
Raja-Raja Klungkung (Dewa Agung):
Nama | Periode | Keterangan |
Dewa Agung Jambe I | Awal abad ke-17 | Pendiri Kerajaan Klungkung. |
Dewa Agung Gede | ? | Raja yang melanjutkan kekuasaan. |
Dewa Agung Putra I–IV | 18–19 M | Penerus dinasti Klungkung; terus mempertahankan kekuasaan di tengah tekanan Belanda. |
Dewa Agung Jambe II | 1908 | Raja terakhir Klungkung yang gugur dalam Puputan Klungkung, saat Belanda menyerang pada 28 April 1908. Seluruh keluarga kerajaan melakukan puputan (perang sampai mati) melawan kolonialisme. |
Puputan: Akhir Era Kerajaan Merdeka di Bali
- “Puputan” berarti perang total atau bunuh diri massal sebagai bentuk kehormatan terakhir.
- Terjadi di beberapa kerajaan Bali:
- Puputan Badung (1906) – Denpasar
- Puputan Klungkung (1908) – Klungkung (akhir kerajaan independen)
V. Era Kolonial Belanda dan Status Simbolik Raja
Setelah puputan dan penaklukan oleh Belanda, para raja Bali tidak lagi memegang kekuasaan penuh, namun diakui sebagai pemimpin adat atau simbol budaya, disebut “zelfbestuurder” (penguasa pribumi).
Beberapa kerajaan tetap eksis secara simbolik, seperti:
- Karangasem
- Gianyar
- Bangli
- Tabanan
- Buleleng
- Badung
- Jembrana
- Klungkung
VI. Akhir Sistem Kerajaan Secara Formal
- Setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945, sistem kerajaan di Bali dihapuskan secara resmi pada tahun 1950-an.
- Para raja Bali diubah statusnya menjadi tokoh adat, tokoh budaya, atau kepala desa adat (bendesa adat).
- Namun mereka tetap dihormati secara tradisional, dan sebagian masih berpengaruh dalam upacara, pelestarian budaya, dan politik lokal.
Raja Terakhir yang Memerintah Bali Secara De Facto:
Nama | Kerajaan | Status |
Dewa Agung Jambe II | Klungkung | Raja terakhir yang memerintah dengan kekuasaan penuh, gugur dalam Puputan 1908melawan Belanda. |